Archive for April 15, 2012
Analisi Marjin Pemasaran Gabah di Kabupaten Bojonegoro…(2)
Normal
0
MicrosoftInternetExplorer4
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Times New Roman”;}
mejual produknya. Disamping itu terdapat pula sejumlah fasilitator yaitu
golongan yang membantu kegiatan distribusi seperti alat tranportasi, gudang,
penjemuran dan lain-lain
pemasaran dapat dialihtugaskan dari petani sehingga tugas petani menjadi lebih
terbatas pada usaha tani saja. Tetapi perlu diperhitungkan pula didalam
pemasaran agar bagian yang diterima petani tidak terlampau kecil.
pendugaan didalam pemasaran, yaitu
banyak sedikitnya keuntungan yang diterima petani tergantung pada
panjang pendeknnya rantai pemasaran. Karena setiap lembaga pemasaran merupakan
satu badan yang tujuanya untuk memperoleh keuntungan, maka tingkat hargapun
akan semakin tinggi seiring dengan banyaknya biaya-biaya dari fungsi pemasaran
yang dilakukan oleh setiap lembaga pamasaran.
distribusi gabah di Desa Mojorejo, Kecamatan Kedung Adem, Kabupatan Bojonegoro.
2) Mengetahui perbandingan marjin pemasaran gabah di Desa Mojorejo, Kecamatan
Kedung Adem, Kabupatan Bojonegoro.
terdapat 2 jenis saluran pemasaran gabah di desa Mojorejo. Adapun jenis-jenis
saluran pemasaran yang banyak melibatkan lembaga-lembaga pemasaran sebagai
perantara dapat dilihat dari bagan sebagai berikut:
Pedagang Besar Bulog
Pedagang Pengumpul Pedagang
Besar Bulog
tidak menjual gabah langsung ke konsumen, melainkan melalui lembaga-lembaga
pemasaran, yaitu tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang besar dan sistem
pasar gabah di Desa Mojorejo merupakan pasar monopoli karena di daerah itu
hanya ada 2 pedagang desa dengan 2 saluran*pemasaran. Saluran pemsaran pertama
memiliki margin pemasaran yang lebih menguntungkan yaitu Rp 515,- dan saluran
pemasaran kedua memiliki margin pemasaran sebesar Rp 690,-.
besar tidak dapat dihitung, hal ini disebabkan penjualan gabah pada pedagang
besar ke Bulog sudah diatur dalam peraturan pemerintah sehingga harga jual pedagang
besar ke bulog untuk masing-masing saluran adalah sama.
atau klik disini
Upaya Menentukan Ukuran Bisnis Antara Pabrik Gula & Petani Melalui Perhit. Rendemen dgn Metode Fak.Rendemen,Fak.Overall Recovery &Fak.Kristal ..(1)
Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal sekitar 350 ribu ha pada periode 2000-2005, industri gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu petani dengan jumlah tenaga kerja langsung yang terlibat mencapai sekitar 1,3 juta orang. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan sumber kalori yang relatif murah. Oleh karena itu, maka dinamika harga gula dalam industri gula nasional akan berpengaruh langsung terhadap laju inflasi, kesempatan kerja dalam distribusi pendapatan serta alokasi sumber daya lahan yang makin kompetitif.
Program akselerasi peningkatan produktivitas gula nasional tahun 2002-2007, diharapkan produksi gula ditargetkan meningkat rata-rata 9,6% per tahun sehingga pada tahun 2007, Indonesia bisa menghasilkan 3,0 juta ton gula (Rini S., 2006).
Penurunan produksi berjalan sejak diberlakukannya Inpres no. 9 tahun 1975 dan diperparah dengan deregulasi bidang pertanian berupa UU no. 5 tahun 1992 serta Demonopoli BULOG pada tahun 1998, perlu dicegah dengan meningkatkan keunggulan daya saing industri gula (Anonim, 2004).
Peningkatan produktivitas gula dapat dilaksanakan dengan meningkatkan hasil bobot tebu dan meningkatkan rendemen.
Sesuai Surat Edaran (SE) Meneg BUMN perihal Gerakan Peningkatan Rendemen Tebu, diilustrasikan bila rendemen berhasil naik 1% saja di tahun 2006, produksi gula nasional akan mengalami kenaikan 310.000 ton. Artinya jika produksi gula nasional saat ini 2,24 juta ton ditambah 310.000 maka jumlah produksi gula nasional sudah mencapai 2,55 ton. Industri gula nasional telah bangkit (Agus Pakpahan, 2006).
Paradigma petani tebu rakyat, bobot sudah lama menjadi orientasi dan tolok ukur pendapatan produksi. Transfer teknologi budidaya terhambat akibat tidak dirasakan adanya perbedaan nilai tambah secara signifikan dari penerapan teknologi budidaya yang benar. Bisnis pembelian tebu serta bobot pada petani daun semakin subur menjadikan orientasi pemeliharaan dengan maksimalisasi pemupukan Nitrogen.
Salah satu hambatan ketidakpercayaan petani kepada pabrik gula adalah perhitungan rendemen atas pasok tebu rakyat. Belajar dari pengalaman hancurnya banyak usaha bisnis disebabkan karena tidak adanya kepercayaan (trust); kehormatan (respect), kebenaran menyatakan apa adanya (candor), maka kesenjangan hubungan petani tebu dan pabrik gula atas penilaian rendemen harus mendapat perhatian serius (Anonymous, 2004).
Agar program peningkatan rendemen dapat terlaksana, maka diperlukan perubahan sistem yang menghargai prestasi petani secara individual maupun pabrik gula. Untuk itu perlu dikaji formula yang dapat menilai mutu (rendemen) bahan baku tebu dan efisiensi pabrik secara lebih akurat, sehingga hubungan bisnis dan kemitraan petani – pabrik gula terjalin dengan kondusif (Anonymous, 2004)
Rendemen merupakan tema tertinggi dalam produktivitas dan berskala ekonomi bagi pelaku bisnis industri gula, maka ketepatan perhitungan rendemen sesuatu hal yang mendesak, sehingga kepercayaan antara pabrik gula dan petani sebagai mitra bisnis terbangun. Dari metode-metode perhitungan rendemen tersebut, apakah didapatkan hasil rendemen yang berbeda?. Dan metode manakah yang lebih bisa diterima oleh semua pelaku bisnis tebu (stakeholder) dipandang dari skala bisnis?
atau klik disini